rangers

rangers
MAKELAR kasus (Markus) saat ini menjadi pembicaraan dan pemberitaan. Tentu saja hal ini menjadi bukti bahwa mafia hukum terbukti ada. Keberadaan Markus bagai angin, terasa ada tapi tidak terbukti. Namun yang namanya bau, pasti akan tercium, apalagi jika baunya bau busuk. Tidak tanggung-tanggung, kasus ini terus bergulir searah keinginan pemerintah untuk ‘membasmi’ Markus di instansi-instansi pemerintah.

Keberadaan Markus mulai disoroti, takkala kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergulir, bahkan Presiden membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto. Satuan tugas ini bergerak cepat, mereka melakukan beberapa upaya-upaya dalam penegakan hukum, di antaranya melakukan sidak ke beberapa institusi hukum, di antaranya ke lembaga pemasyarakatan (Lapas), dari sidak mereka didapati terjadi diskriminasi antara tahanan di mana ada tahanan yang hidup mewah di lapas dan ada yang harus bersempit-sempitan di jeruji besi tersebut.

Kini, kasus Markus kembali menjadi headline di beberapa media, sejak Komjen Susno Duadji ‘bernyanyi’ bahwa ada Markus di tubuh Polri khususnya dalam masalah Gayus Tambunan. Dari sini mulai terbuka Markus di tubuh Polri dan Direktorat Pajak. Kasus ini belum selesai, muncul lagi kasus yang memalukan di mana seorang hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha tertangkap basah menerima suap dari seorang pengacara yang saat ini sudah ditangani pihak KPK. Sebelumnya lagi, seorang jaksa harus ditahan karena tertangkap basah menerima uang dari salah seorang pembantu dekat seorang pengusaha, di mana akhirnya jaksa ini harus mendekam di terali besi.

Markus memang bukan kasus yang baru. Kasus ini sebenarnya sudah ada, namun karena tidak adanya hukum yang mampu menjerat mereka akhirnya Markus-markus tumbuh dan berkembang di instansi pemerintah. Keberadaan markus tentu bukan ada karena sendirinya. Mereka hadir karena mereka dibutuhkan bagi mereka yang menginginkan hal itu. Jika para penegak hukum tidak mampu dirayu dengan para markus itu, maka tentunya Markus tidak akan hidup dengan ‘subur’.

Sebagai negara yang menempatkan hukum di atas segala-galanya, kasus-kasus ini memang sangat memilukan. Artinya, hukum bisa diperjualbelikan sesuai dengan keinginan orang. Akibatnya, benar kata kebanyakan orang bahwa hukum hanya milik orang kecil saja, sementara bagi ‘orang besar’ hukum tidak mampu menyentuh mereka. Lalu, sampai kapan hal ini akan terjadi.

Kalau selama ini sebagian orang berpikiran bahwa perlu adanya penghormatan kepada para penegak hukum dengan memberikan remunerasi, tampaknya ini tidak terbukti. Pelaksanaan remunerasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan tampaknya tidak bisamenghilangkan budaya korupsi, salah satunya adalah kasus Gayus Tambunan ini. Untuk itu tampaknya DPR RI akan mengkaji ulang pelaksanaan remunerasi tersebut. Padahal diharapkan dengan remenurasi atau gaji bonus bagi pegawai ini bisa menghilangkan budaya korupsi tetapi faktanya tidak demikian.

Ini artinya, berapa pun gaji seseorang jika memang ia tidak mensyukuri apa yang ada, maka, korupsi adalah salah satu jalan singkat yang dapat dilakukan. Padahal seharusnya tidak demikian, karena dari sisi gaji dan apresiasi terhadap mereka, seharusnya apa yang telah mereka dapatkan lebih dari pada cukup. Maka di sinilah hukum harus berbicara. Hukum harus mampu memberikan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Hukum harus mampu menjawab masalah korupsi ini dengan seberat-beratnya. Jika hukum bisa dibeli, maka sampai kapan pun hukum akan seperti macam ompong.

Kita tidak menginginkan hukum hanya menjadi simbol di negara ini. Atau hukum baru bisa berbicara ketika rakyat kecil yang melakukannya, tetapi sebaliknya jika para elit yang melanggar hukum maka hukum disesuaikan dengan berapa setoran yang diberikan kepada penegak hukum tersebut. Akibatnya, seluruh penegak hukum di republik ini akan tercemar, padahal masih banyak orang-orang bersih di instansi penegak hukum ini. Mereka yang bekerja dengan ikhlas dan tanpa pamrih, yang lebih menomorsatukan tanggungjawabnya sebagai penegak hukum. Untuk itu mari kita lakukan pemberantasan terhadap para Markus dan mafia hukum di republik ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Nama : Aldina Ramayumanti

Labels

Followers

About Me

Foto Saya
d_sweet
Nama:Aldina Ramayumanti, Kuliah: Universitas Negeri Malang, Fakultas Teknik/Elektro, Prodi S1 PTI'07, Blog ini saya buat sebagai media dan referensi belajar untuk para siswa.. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi pembacanya...
Lihat profil lengkapku

Calender

Calendar